Pendahuluan & Teori Etika Bisnis
A. Latar Belakang
Teori etika menyediakan kerangka yang dapat digunakan untuk memastikan benar atau tidaknya keputusan moral. Keputusan moral yang diambil bisa jadi beralasan (memiliki moral reasoning) berdasarkan suatu teori etika. Namun sering terjadi benturan-benturan yang diakibatkan karena pada kenyataannya banyak terdapat teori etika yang mengakibatkan penilaian berbeda-beda sebagai akibat dari tidak adanya kesepakatan oleh semua orang. Teori deontologi sering disebut sebagai etika kewajiban karena berpendapat bahwa tugas merupakan moral dasar dan tidak tergantung pada konsukensi yang ditimbulkan yang terdiri dari teori hak (rights), keadilan(justice), perhatian(care), dan keutamaan(virtue). Teori teleologi berpandangan bahwa suatu tindakan benar atau salah tergantung pada konsukuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Teori ini sering juga disebut dengan pendekatan konsukuensialis. Teori etika utlitiarianisme berakar dari teori teleogi dan sering digunakan untuk menilai kebijakan pemerintah dan komoditas publik.
B. Pentingnya Teori Etika
Teori etika memiliki peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas yang disepakati oleh masyarakat. Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Untuk itu, pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan mengapa kita perlu berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang disepakati, melahirkan suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka untuk memastikan benar tidaknya keputusan moral kita.
C. Etika Sebagai Moral
Teori etika menyediakan kerangka yang dapat digunakan untuk memastikan benar atau tidaknya keputusan moral. Keputusan moral yang diambil bisa jadi beralasan (memiliki moral reasoning) berdasarkan suatu teori etika. Namun sering terjadi benturan-benturan yang diakibatkan karena pada kenyataannya banyak terdapat teori etika yang mengakibatkan penilaian berbeda-beda sebagai akibat dari tidak adanya kesepakatan oleh semua orang. Teori deontologi sering disebut sebagai etika kewajiban karena berpendapat bahwa tugas merupakan moral dasar dan tidak tergantung pada konsukensi yang ditimbulkan yang terdiri dari teori hak (rights), keadilan(justice), perhatian(care), dan keutamaan(virtue). Teori teleologi berpandangan bahwa suatu tindakan benar atau salah tergantung pada konsukuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Teori ini sering juga disebut dengan pendekatan konsukuensialis. Teori etika utlitiarianisme berakar dari teori teleogi dan sering digunakan untuk menilai kebijakan pemerintah dan komoditas publik.
B. Pentingnya Teori Etika
Teori etika memiliki peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas yang disepakati oleh masyarakat. Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Untuk itu, pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan mengapa kita perlu berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang disepakati, melahirkan suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka untuk memastikan benar tidaknya keputusan moral kita.
C. Etika Sebagai Moral
Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak –
Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana
manusia harus hidup baik sebagai manusia yang
telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat
kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola
perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu
yang lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan.
D. Etika Sebagai Ilmu
Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku
moral secara kritis dan rasional.
Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika
sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki
moralitas tuan dan bukan moralitas hamba
Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah
kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom
dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud
membantu manusia untuk bertindak secara bebas
tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
E. Teori
Etika
1. Etika
Teleologi
Dari kata
Yunani, telos = tujuan. Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika
teleologi :
-
Egoisme Etis
-
Utilitarianisme
* Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari
setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan
dirinya sendiri.
Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah
mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia
cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi
diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
* Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti
“bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk
menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the
greatest number” , kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Utilitarianisme, teori ini cocok sekali dengan
pemikiran ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat
yang dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung
untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis.
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam:
a. Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
b. Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
Prinsip dasar utilitarianisme (manfaat terbesar bagi
jumlah orang terbesar) diterpakan pada perbuatan. Utilitarianisme aturan
membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral.
2. Deontologi
Istilah
deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi
menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena
perbuatan kedua dilarang’.
Yang menjadi
dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah
diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika
yang terpenting. Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
(1) Supaya
tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban.
(2) Nilai moral
dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu
melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan
tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah
dinilai baik.
(3) Sebagai
konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal
Bagi Kant, Hukum
Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yg
berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan
tempat.
Perintah
Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya,
atau kalau akibat dari tindakan itu mrpk hal yg diinginkan dan dikehendaki oleh
orang tersebut.
Perintah Tak
Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun,
yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya
tercapai dan berguna bagi orang tsb atau tidak.
3. Teori
Hak
Dalam pemikiran
moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak
dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak
merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban.
Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan
atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
3. Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap
atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil,
atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.
Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang
dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan
:
a. Kebijaksanaan
b. Keadilan
c. Suka bekerja
keras
d. Hidup yang
baik
Keutamaan yang
harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut : kejujuran, fairness,
kepercayaan dan keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain
dan kadang-kadang malah ada tumpang tindih di antaranya.
Fairness :
kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan wajar
dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu
transaksi.
Keutamaan-keutamaan
yang dimilliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili perusahaan, adalah :
Keramahan, Loyalitas, Kehormatan dan Rasa malu.
Keramahan
merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan
antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali.
Loyalitas
berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi
mempunyai juga komitmen yang tulus dengan perusahaan.
Kehormatan
adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka dan duka
serta sukses dan kegagalan perusahaan.
Rasa malu membuat
karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
Bisnis & Etika
A.
Pengertian Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan cara-cara saat melakukan kegiatan berbisnis yang mencakup
semua aspek, baik itu yang berkaitan dengan seorang individu, perusahaan maupun
masyarakat. Etika bisnis dapat membangun dan
membentuk nilai-nilai, norma dan perilaku yang baik dalam berbisnis. Misalnya
dalam perusahaan etika bisnis dapat membentuk perilaku karyawan yang baik,
serta dapat membangun hubungan bisnis yang baik juga dengan konsumen maupun
mitra kerja perusahaan.
Karena setiap perusahaan dalam berbisnis meyakini bisnis
yang baik ialah bisnis yang memiliki etika bisnis yang mematuhi peraturan hukum
atau peraturan yang berlaku. Dalam suatu perusahaan etika bisnis dapat
menjadikan pedoman untuk melaksanakan aktivitas dalam bekerja, yang dimana
bekerja dilandasi dengan etika, moral, kejujuran dan profesionalisme.
B.
Tujuan Etika Bisnis
· Sedangkan tujuan etika bisnis salah
satunya ialah memberikan kesadaran akan moral dan memberikan batasa kepada para
pelaku bisnis supaya dalam menjalankan bisnisnya dengan bersikap baik, sehingga
tidak berperilaku yang dapat merugikan banyak pihak yang ada hubungannya dengan
bisnis tersebut.
· Jadi etika bisnis dapat mengatur dan
mengarahkan para pelaku bisnis untuk mewujudkan manajemen maupun citra yang
baik dalam berbisnis, sehingga bisnis tersebut dapat diikuti oleh semua orang
yang mempercayai adanya bahwa bisnis itu memiliki etika yang baik.
· Dan dengan etika bisnis juga maka
kegiatan bisnis dapat jauh dari citra buruk seperti citra yang kotor, licik dan
penuh dengan penipuan. Ciri-ciri bisnis yang memiliki etika baik diantaranya
seperti tidak merugikan pembisnis atau usaha orang lain, tidak melanggar aturan
atau hukum yang berlaku, tidak membuat suasana yang tidak kondusif pada saingan
bisnisnya dan memiliki izin usaha yang sah serta jelas.
C. Mitos
Bisnis Amoral
· Mitos
ini mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika
tidak ada hubungannya, berbeda dan tidak boleh dicampuradukkan.
· Bisnis
berorientasi untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin tanpa mengindahkan
etika dan moralitas.
D. Argumen yang
mendukung mitos bisnis amoral
· Bisnis sama dengan judi sebuah bentuk persaingan dan
permainan yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengupayakan segala macam
cara untuk mencapai kemenangan.
· Aturan yang dipakai dalam bisnis berbeda dengan
aturan dalam kehidupan sosial.
· Orang bisnis yang mematuhi aturan moral akan berada
dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan yang ketat.
E. Argumen yang
menentang mitos bisnis amoral
· Bisnis tidak sama dengan judi atau permainan, yang
dipertaruhkan dalam bisnis tidak hanya uang atau barang, tetapi juga harga
diri, nama baik, dll.
· Bisnis tidak mempunyai aturan sendiri yang berbeda dengan
aturan kehidupan sosial masyarakat.
· Harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Praktek
bisnis tertentu yang dibenarkan secara legal belum tentu dibenarkan secara
moral.
· Etika harus dibedakan dengan ilmu empiris. Dalam ilmu
empiris, fakta yang berulang terus dan terjadi dimana-mana menjadi teori dan
hukum ilmiah, dalam etika tidak demikian.
F. Keuntungan dan
Etika
Etika tidak bertentangan dengan tujuan bisnis untuk mencari
keuntungan, karena:
· Keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam
kegiatan bisnisnya.
· Tanpa memperoleh keuntungan, tidak ada investor yang
berminat sehingga aktivitas ekonomi bisa terlambat.
· Keuntungan diperlukan untuk dapat menghidupi karyawan
pada tingkat dan taraf hidup yang semakin baik.
G. Alasan
perlunya etika dalam bisnis
· Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial
/ finansial saja tetapi juga berkaitan dengan komitmen moral, integritas moral,
pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.
· Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar
bahwa konsumen adalah raja sehingga perusahaan harus bisa merebut dan
mempertahankan kepercayaan konsumen.
· Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah
tenaga kerja yang siap untuk dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan
semaksimnal mungkin. Karyawan adalah subyek utama yang menentukan
keberlangsungan bisnis sehingga harus dijaga dan dipertahankan.
· Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak
dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnis
H. Etika Bisnis
Etika bisnis ialah pengetahuan tentang cara ideal
pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang
berlaku secara universal serta implementasi norma dan moralitas untuk menunjang
maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
I. Sasaran dan
Ruang Lingkup Etika Bisnis
· Etika Bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai
prinsip, kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan
etis.
· Etika Bisnis adalah untuk menyadarkan masyarakat bahwa
hak dan kewajiban mereka tidak boleh dilanggar oleh pratek bisnis siapapun juga.
· Etika Bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang
sangat menentukan etis tidaknya suatu usaha bisnis.
J. Faktor Pendukung
Implementasi Etika Bisnis
Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh
manajer atau peningkatan “Quality of Work Life”
· Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada
perusahaan.
· Mulai diterapkan punishment yang tegas
terhadap skandal bisnis oleh pengadilan.
· Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.
· Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.
K.
Contoh Bisnis Yang Beretika
Salah satu contoh singkat bisnis
yang beretika misalnya ada suatu perusahaan yang bergerak di bidang makanan dia
berinovasi menambahkan bumbu-bumbu tertentu untuk makannya, perusahaan ini
tidak melanggar aturan karena dia tidak menjiplak resep perusahaan lain karena
dia berinovasi dengan resep yang sudah ada yang dia miliki.
Lalu perusahaan ini mendapatkan hak
paten dan mengajukan izin produksi makanan pada dinas kesehatan, setelah
melalui tahapan-tahapan perizinan seperti izin usaha, ijin produksi dan
lain-lain maka perusahaan ini telah secara sah atau legal menjalankan usahanya.
Prinsip-Prinsip Etika
A. Prinsip Otonomi
Prinsip dimana pelaku bisnis memiliki kebebasan
untuk mengambil keputusan yang dinilainya baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Prinsip otonomi pada etika bisnis
adalah kemampuan dan sikap seseorang saat mengambil tindakan dan keputusan yang
berdasarkan kesadarannya sendiri mengenai apa yang dianggapnya baik yang bisa
dilakukan.
Jika orang sadar dalam melakukan
kewajibannya dalam berbisnis maka dikatan orang tersebut sudah memiliki prinsip
otonomi dalam beretika bisnis. Sebagai contoh dia paham mengenai bidang
pekerjaannya dengan situasi dan tuntutan yang akan dihadapinya dan mengetahui
aturan apa saja didalam bidang pekerjaannya.
Selain, itu seseorang yang sudah
memiliki fungsi otonomi akan sadar tentang risiko dan akibat yang akan muncul
terhadap dirinya dan orang lain yang sebagai pelaku bisnis. Pada umumnya
seseorang yang memiliki prinsip otonomi akan lebih menyukai diberikan kebebasan
dan kewenangan untuk melakukan hal yang dianggapnya baik
B. Prinsip Kejujuran
Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian, transaksi
barang dan jasa, dan kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam
perusahaan.
C. Prinsip Saling Menguntungkan (mutual benefit principle)
Prinsip yang menuntut agar bisnis dijalankan
sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Pelaku bisnis harus menjalankan bisnisnya dengan sebaik
mungkin agar masing-masing pihak yang terkait mendapatkan keuntungan. Sama
seperti prinsip keadilan, prinsip memberi keuntungan juga memiliki tujuan untuk
menghindarkan salah satu pihak saja yang untung.
Misalnya saja, pengusaha harus
memberikan harga sebenarnya suatu barang terhadap konsumen serta memberikan
pelayanan sebaik mungkin untuk memberikan kepuasan konsumen. Oleh karena itu
prinsip saling memberikan keuntungan harus dipegang erat.
D. Prinsip Integritas Moral
Prinsip yang dihayati sebagai tuntutan internal
dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dalam menjalankan bisnisnya tetap
menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan. Dalam
menjalankan tugasnya para pelaku bisnis harus mempertahankan nama baik
perusahaannya. Pelaku bisnis harus mengelola dan menjalankan bisnis dengan
sebaik mungkin agar kepercayaan konsumen atau pihak lain terhadap perusahaan
tetap ada.
Dengan pengertian lainnya, seseorang
atau pelaku bisnis harus memberikan dorongan terhadap diri sendiri dalam
berbisnis untuk memunculkan rasa bangga. Hal ini biasanya dapat terlihat dari
perilaku pembisnis diluar dan didalam perusahaan.
E. Prinsip Keadilan Etika Bisnis
Prinsip yang satu ini mengharuskan
pelaku bisnis diperlakukan secara adil dan disesuaikan dengan kriteria
rasional. selain itu pun mengharuskan seseorang agar dalam menjalankan suatu
bisnis harus memperlakukan relasi internal dan eksternal secara sama dan
memberikan hak mereka masing-masing. Hal ini bertujuan untuk menjauhkan
kerugian terhadap salah satu pihak pelaku bisnis
F.
Budaya
Perusahaan (Corporate Culture)
Ialah
suatu kebiasaan atau budaya moral dalam kegiatan bisnis yang dianut oleh suatu
perusahaan dari satu generasi ke generasi yang lain. Intinya ialah pembudayaan.
G.
Realisasi Budaya Dalam Unit Usaha Juga Dapat Dilihat
•
Bagaimana perilaku perusahaan dan karyawan terhadap masa depan perusahaan
•
Bagaiaman sikap perusahaan terhadap sesame karyawan, atasan-bawahan
•
Bagaimana sikap/perilaku perusahaan terhadap pihak luar (konsumen, suplier,
dll)
•
Bagaiman perilaku karyawan selama di lingkungan perusahaan
•
Bagiamana perilaku karyawan dalam menyelesaikan
tugasnya (waktu, proses, hasil).
H. Stakeholder Paradigma
• Merupakan pendekatan yang
menyatakan bahwa semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis (stakeholder)
hak dan kepentingannya harus dijamin, dihargai dan diperhatikan.
• Ada dua kelompok stakeholder,
yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer terdiri dari
pemegang saham, kreditur, karyawan, pemasok, konsumen, distributor dan pesaing.
Kelompok sekunder terdiri dari pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, LSM, dan lain-lain.
I. Prinsip
Etika Bisnis Dalam Sebuah Perusahaan
1. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran harus menjadi
dasar penting dalam menjalankan bisnis apa pun. Bagi sebagian pengusaha, baik
pengusaha modern maupun pengusaha konvensional, menyatakan bahwa kejujuran
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam bisnis apa pun.
Prinsip kejujuran sangat penting
bagi pengusaha. Secara umum, bisnis yang berjalan tanpa mengadopsi prinsip
kejujuran tidak akan bertahan lama. Bagi pengusaha, kejujuran ini terkait
dengan kualitas dan harga barang yang ditawarkan kepada konsumen.
Dengan kata lain, menjual produk
berkualitas tinggi dengan harga yang wajar dan masuk akal adalah bentuk
kejujuran dari seorang wirausahawan kepada konsumen. Kejujuran memiliki dampak
besar pada proses menjalankan bisnis.
Sekali seorang pengusaha tidak jujur
/ menipu konsumen, maka ini adalah awal dari kemunduran dan bahkan kehancuran
bisnis. Apalagi di bisnis modern seperti sekarang ini, tingkat persaingannya
sangat tinggi.
2. Prinsip
Otonomi
Prinsip otonomi saya terkait dengan
sikap dan kemampuan individu dalam mengambil keputusan dan tindakan yang benar.
Dengan kata lain, seorang pelaku bisnis harus dapat membuat keputusan yang baik
dan benar, dan memperhitungkan keputusan itu.
Pengusaha dapat dikatakan memiliki
prinsip otonomi dalam melakukan bisnis jika mereka memiliki kesadaran penuh
akan kewajiban mereka dalam menjalankan bisnis. Artinya, seorang wirausaha
memahami bidang bisnis yang dilakukan, situasi yang dihadapi, dan tuntutan
serta aturan yang berlaku di bidang itu.
Pelaku bisnis juga dikatakan
memiliki prinsip otonomi jika mereka sadar bahwa keputusan dan tindakan yang
diambil sesuai atau bertentangan dengan nilai atau norma moral tertentu, dan
memiliki risiko yang dapat terjadi pada diri mereka sendiri dan perusahaan.
Prinsip otonom tidak hanya mengikuti
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, tetapi juga kesadaran batin bahwa apa
yang dilakukan adalah hal yang baik.
3. Prinsip
Keadilan
Adil dalam hal ini berarti bahwa
semua pihak yang terlibat dalam bisnis memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan
yang sama sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan begitu, semua pihak yang
terlibat dalam bisnis harus berkontribusi pada keberhasilan bisnis yang
dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan menerapkan
prinsip keadilan ini, semua pihak yang terlibat dalam bisnis, baik hubungan
internal maupun hubungan eksternal, akan menerima perlakuan yang sama sesuai
dengan haknya masing-masing.
4. Prinsip
Saling Menguntungkan
Prinsip saling menguntungkan berarti
bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan memberikan manfaat bagi semua pihak.Berbeda
dengan prinsip keadilan yang mensyaratkan bahwa semua pihak tidak merasa rugi,
prinsip saling menguntungkan membutuhkan hak dalam hal manfaat dari kegiatan
bisnis.
Prinsip saling menguntungkan ini
terutama mengakomodasi sifat dan tujuan bisnis itu sendiri. Dalam praktiknya,
prinsip ini terjadi dalam proses bisnis yang baik di mana pengusaha ingin
mendapat untung dan konsumen ingin mendapatkan barang atau jasa yang memuaskan.
5. Prinsip
Integritas Moral
Dalam menjalankan bisnis, bisnis
harus memiliki prinsip integritas moral yang baik. Tujuannya untuk menjaga nama
baik perusahaan dan tetap menjadi perusahaan yang dipercaya oleh konsumen.
Dalam praktiknya, penerapan prinsip
ini harus dilakukan oleh semua pihak, baik pemilik bisnis, karyawan, dan
manajemen perusahaan.
6. Prinsip
Loyalitas
Prinsip kesetiaan berkaitan dengan
proses menjalankan bisnis yang dilakukan oleh pekerja, baik manajemen, atasan,
dan bawahan. Loyalitas dapat dilihat dari cara kerja dan keseriusan dalam
menjalankan bisnis sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
Dengan kata lain, penerapan prinsip
loyalitas berarti bahwa wirausahawan dan elemen-elemen di dalamnya tidak boleh
membingungkan masalah pribadi dengan masalah pekerjaan.
J. Pendekatan Etika Bisnis Untuk
Menjalankan Prinsip :
1. Justice
Approach
Dalam tindakan ini, semua orang yang
memiliki hak untuk mengambil keputusan berada di posisi yang sama, dan
bertindak adil dalam melayani pelanggan, baik individu maupun kelompok. Pendekatan
etika bisnis ini dapat menguntungkan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
2.
Individual Rights Approach
Dalam pendekatan ini mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk menghargai tindakan satu sama lain. Namun, ketika
suatu tindakan dianggap menyebabkan perpecahan atau bertentangan dengan hak
orang lain, maka tindakan ini harus dihentikan / dihindari.
3.
Utilitarian Approach
Dalam pendekatan ini, semua tindakan
yang diambil harus didasarkan pada pemahaman akan konsekuensi. Artinya, seorang
wirausahawan harus dapat memberikan manfaat baru kepada masyarakat dengan biaya
serendah mungkin tanpa membahayakan orang lain.